Tahukah Teman Setia bahwa kanker serviks bisa menyerang tanpa menunjukkan gejala apa pun di awal? Banyak orang baru menyadari keberadaannya saat kondisinya sudah parah. Padahal, kanker ini termasuk salah satu penyebab kematian tertinggi pada perempuan di Indonesia.
Untuk menggali lebih dalam tentang pentingnya pencegahan kanker serviks, Dj. Gita Nugraha berbincang bersama dr. Razmaeda Sarastry, M.Sc., Sp.OG dari RSIA Hermina Mutiara Bunda Salatiga. Dialog NGOBRAS kali ini akan membahas tuntas mengenai peran vaksin HPV dan pemeriksaan pap smear dalam menekan angka kasus kanker serviks di Indonesia.
Kanker Serviks Bisa Dicegah!
Berbeda dengan jenis kanker lainnya yang penyebabnya sering kali belum diketahui secara pasti, namun kanker serviks memiliki penyebab utama yang jelas yaitu infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seksual, terutama jika dilakukan tanpa pengaman dan pada usia yang terlalu dini. HPV inilah yang memicu perubahan sel-sel normal di area leher rahim (serviks) menjadi sel abnormal yang berpotensi menjadi kanker.
Hal yang cukup melegakan, kanker serviks termasuk salah satu jenis kanker yang bisa dicegah, Teman Setia. Kenapa bisa? Karena penyebabnya berasal dari luar tubuh dan sudah diketahui, maka kita bisa melakukan langkah-langkah untuk menghindarinya. Salah satu cara pencegahan yang paling efektif adalah dengan vaksinasi HPV. Vaksin ini bekerja dengan menyiapkan sistem imun tubuh agar mampu melawan virus HPV bila suatu saat terpapar.
Perlu diketahui juga bahwa tidak semua jenis HPV menyebabkan kanker. HPV terbagi menjadi dua kelompok:
- Low risk (risiko rendah) — umumnya hanya menimbulkan kutil di kulit atau area kelamin.
- High risk (risiko tinggi) — bisa menyebabkan kanker serviks dan beberapa kanker lainnya, seperti kanker anus, mulut, hingga penis.
Namun, infeksi HPV sering kali tidak menunjukkan gejala, sehingga tanpa disadari, virus bisa tinggal dalam tubuh selama bertahun-tahun sebelum akhirnya berkembang menjadi kanker. Itulah mengapa, selain vaksinasi, pemeriksaan rutin seperti pap smear sangat penting untuk mendeteksi perubahan sel sejak dini.
Menurut dr. Razmaeda, hampir semua orang yang pernah aktif secara seksual berisiko terpapar HPV. Bahkan, diperkirakan 8 dari 10 orang akan mengalami infeksi HPV minimal sekali seumur hidupnya. Tapi jangan panik dulu, ya Teman Setia, tidak semua infeksi akan berkembang menjadi kanker. Pada banyak kasus, tubuh bisa melawan virus ini secara alami, terutama jika daya tahan tubuh sedang baik. Namun, pada sebagian orang, virus ini bisa bertahan lama dan menyebabkan perubahan sel menjadi ganas.
Kenapa Harus Vaksinasi HPV?

Vaksinasi HPV merupakan langkah paling efektif untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara merangsang sistem imun tubuh agar mampu mengenali dan melawan virus sebelum virus masuk ke dalam sel. Pemberian vaksin idealnya dimulai sejak usia 9 tahun dan paling efektif jika dilakukan sebelum seseorang aktif secara seksual.
Menurut CDC, hampir semua jenis vaksin HPV terbukti memiliki efektivitas mendekati 100% dalam mencegah infeksi HPV yang dapat memicu kanker leher rahim, terutama bila diberikan sebelum anak terpapar virus. Efektivitas tinggi ini bahkan tetap tercapai hanya dengan dua dosis vaksin pada anak usia 9–14 tahun.
▶️ Baca juga: BIAS: Pentingnya Imunisasi Anak Sekolah untuk Masa Depan yang Lebih Sehat
Di Indonesia, vaksin HPV kini tersedia secara gratis untuk anak-anak usia sekolah dasar melalui program imunisasi nasional. Meski begitu, vaksinasi juga tetap dianjurkan bagi remaja dan dewasa muda hingga usia 45 tahun. Dosis yang diberikan disesuaikan dengan usia:
- Usia di bawah 15 tahun: 2 dosis
- Usia 15 tahun ke atas: 3 dosis
Menariknya, vaksin HPV saat ini bisa melindungi tubuh dari dua hingga sembilan jenis HPV terganas, tergantung jenis vaksin yang digunakan (bivalent, quadrivalent, atau nonavalent). Artinya, semakin lengkap dosis yang diterima dan semakin awal pemberiannya, perlindungan terhadap risiko kanker pun akan semakin optimal.
Deteksi Dini — Pap Smear dan IVA, Pilihan yang Tersedia

Pap smear merupakan metode yang lebih akurat dan banyak direkomendasikan oleh tenaga medis. Prosedurnya sederhana di mana dokter akan mengambil sampel sel dari leher rahim untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh perempuan berusia 21–65 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Bila hasilnya normal, pemeriksaan bisa diulang setiap 3 tahun sekali. Namun, bila hasil pemeriksaannya positif, pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali yang nantinya akan diterapi dengan krioterapi.
Sementara itu, metode IVA merupakan alternatif deteksi dini yang lebih sederhana dan murah. Dalam prosedur ini, serviks diolesi larutan asam asetat (mirip cuka), lalu dilihat secara langsung apakah ada perubahan warna yang mencurigakan. Hasilnya bisa diketahui saat itu juga. Meski tingkat akurasinya tidak setinggi Pap smear, IVA sangat berguna terutama di fasilitas kesehatan dasar seperti puskesmas dan dapat dilakukan secara gratis.
Pemeriksaan HPV DNA juga bisa menjadi pelengkap yang lebih canggih untuk mendeteksi keberadaan virus HPV dalam tubuh. Pemeriksaan ini bisa dilakukan setiap 5 tahun sekali dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang ingin pemeriksaan lebih menyeluruh.
Selama Pengobatan, Apa yang Perlu Diperhatikan?

Pengobatan kanker serviks bukan hanya soal menjalani prosedur medis. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung kesembuhan pasien, terutama dalam menjaga kondisi tubuh dan mental selama masa pengobatan. Karena, pengobatan seperti kemoterapi dan radioterapi memang efektif membunuh sel kanker, tapi juga bisa merusak sel-sel sehat. Akibatnya, tubuh menjadi lebih lemah, berat badan menurun drastis, dan nafsu makan berkurang.
Oleh karena itu, pola makan yang sehat, cukup gizi, dan bergizi tinggi sangat diperlukan untuk membantu tubuh pulih dan tetap kuat menghadapi proses pengobatan. Beberapa jenis makanan yang dianjurkan antara lain:
- Sumber protein tinggi seperti ikan, telur, ayam tanpa lemak, dan kacang-kacangan.
- Sayur dan buah segar, terutama yang kaya antioksidan.
- Makanan lembut dan mudah dicerna jika pasien mengalami mual atau sariawan akibat kemoterapi.
Sebaliknya, pasien sebaiknya menghindari makanan berlemak tinggi, daging merah berlemak, makanan berpengawet, serta minuman beralkohol dan rokok. Selain itu, stres dan tekanan mental juga bisa memperburuk kondisi imun, sehingga pasien dianjurkan untuk tetap berada dalam lingkungan yang positif dan penuh dukungan. Berteman dengan orang-orang yang memberi semangat juga bisa sangat membantu menjaga mental tetap stabil.
Kanker serviks bukanlah penyakit yang muncul secara tiba-tiba. Butuh waktu bertahun-tahun sejak infeksi HPV masuk ke tubuh hingga akhirnya berkembang menjadi kanker. Artinya, kita punya kesempatan besar untuk mencegahnya—melalui vaksinasi, deteksi dini, serta kesadaran menjaga kesehatan organ reproduksi. Jangan tunggu sakit baru bertindak.
Ayo lakukan vaksinasi HPV dan pemeriksaan pap smear sebagai bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dan sesama perempuan. Gunakan layanan kesehatan gratis yang sudah disediakan dan mari saling mengingatkan agar semakin banyak perempuan Indonesia yang terlindungi dari ancaman kanker serviks.
No responses yet