Bulan Ramadan selalu membawa suasana yang berbeda. Selain menjadi momen spiritual, banyak orang juga merasakan perubahan pola makan, tidur, hingga kesehatan. Nah, bagi yang memiliki penyakit tertentu dan rutin mengonsumsi obat, pertanyaan klasik pun muncul: bagaimana cara minum obat yang benar saat berpuasa agar ibadah tetap lancar?
NGOBRAS kali ini Dj Gita Nugraha ditemani oleh apt. Wahyu Irawan, S.Farm dari RSUD Kota Salatiga akan membagi informasi seputar penggunaan obat saat puasa sekaligus tips agar tetap sehat tanpa mengganggu jalannya ibadah.
Mengenal Obat Lebih Dekat: Bukan Sekadar Pil dan Kapsul
Obat sering kali identik dengan pil kecil atau kapsul yang diminum ketika sakit. Padahal, makna obat jauh lebih luas. Menurut apt. Wahyu Irawan, obat adalah zat atau bahan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit, menjaga kesehatan agar tubuh tetap bugar, hingga membantu mendiagnosis suatu penyakit. Itu berarti, obat tidak hanya terbatas pada resep dokter, tapi juga meliputi vitamin, suplemen, bahkan jamu tradisional yang memengaruhi kerja tubuh.
Banyak jenis obat yang tentunya tidak hanya diminum penggunaannya. Ada obat yang berbentuk salep, tetes, atau bahkan disuntikkan ke dalam tubuh. Semua itu tetap masuk dalam kategori obat karena tujuannya sama, yaitu menjaga kesehatan dan membantu penyembuhan.
Apakah Semua Obat Membatalkan Puasa?

Ternyata tidak semua jenis obat dapat membatalkan puasa, Teman Setia. Berdasarkan konferensi para ulama dan ahli kesehatan, ada beberapa jenis obat dan tindakan medis yang tetap aman dilakukan karena karena tidak ada unsur masuknya zat ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.
1. Obat tetes mata
Obat tetes mata digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi, seperti mata kering, infeksi, alergi, hingga glaukoma. Saat diteteskan, obat ini bekerja langsung di permukaan mata dan sebagian besar penyerapannya terjadi di jaringan sekitar mata. Hanya sedikit sekali cairan yang mungkin masuk ke saluran air mata, tapi tidak sampai ke pencernaan.
2. Obat sublingual
Obat sublingual adalah obat yang diletakkan di bawah lidah agar cepat larut dan langsung diserap pembuluh darah di area tersebut. Cara ini dipilih karena efeknya bisa terasa lebih cepat dibandingkan obat yang ditelan. Salah satu contoh paling umum adalah nitrogliserin, yang digunakan oleh pasien jantung untuk meredakan nyeri dada (angina).
3. Obat kumur
Obat kumur biasanya digunakan untuk menjaga kebersihan mulut, mengatasi bau mulut, atau sebagai terapi tambahan pada masalah gusi dan infeksi rongga mulut. Saat berpuasa, penggunaannya diperbolehkan asal tidak ada cairan yang tertelan. Prinsipnya sama seperti berkumur dengan air saat wudhu, yakni cairan hanya diputar di dalam mulut lalu dibuang kembali. Karena ada kemungkinan cairan ikut tertelan, beberapa ulama dan tenaga medis menyarankan agar obat kumur digunakan setelah berbuka atau menjelang sahur untuk lebih aman.
4. Obat yang disuntik
Obat suntik diberikan melalui otot (intramuskular) atau pembuluh darah (intravena) sehingga langsung bekerja di dalam tubuh. Cara ini sering digunakan untuk antibiotik, vaksin, atau obat bius lokal karena hasilnya lebih cepat dan efektif. Penggunaan obat suntik tidak membatalkan puasa selama cairan yang diberikan bukan berupa nutrisi atau infus makanan. Jadi, penyuntikan obat untuk pengobatan penyakit tetap diperbolehkan. Hanya infus yang berfungsi sebagai pengganti makan dan minum yang dianggap membatalkan puasa.
5. Obat oles
Obat oles seperti salep, krim, atau gel biasanya digunakan untuk mengatasi masalah kulit, mulai dari iritasi, luka ringan, ruam, hingga penyakit kulit tertentu seperti eksim atau psoriasis. Cara kerjanya hanya di permukaan kulit dan tidak masuk ke saluran pencernaan.
6. Obat yang dimasukkan ke vagina
Obat yang diberikan melalui vagina umumnya berbentuk tablet, kapsul, atau krim khusus yang berfungsi untuk mengatasi infeksi, peradangan, atau menjaga kesehatan organ reproduksi. Jalur pemberian obat ini bersifat lokal, artinya obat bekerja langsung di area yang dituju tanpa melewati saluran pencernaan.
Cara Mengatur Jadwal Minum Obat Saat Puasa
Salah satu tantangan terbesar bagi orang yang rutin mengonsumsi obat adalah bagaimana menyesuaikan jadwalnya ketika berpuasa. Jika dalam kondisi normal waktu minum obat bisa tersebar dalam 24 jam, saat Ramadan jendela waktunya menyempit menjadi hanya sekitar 10–11 jam, yaitu sejak berbuka hingga menjelang imsak. Nah, di sinilah diperlukan strategi dan penyesuaian agar efektivitas obat tetap terjaga tanpa mengganggu ibadah.
1. Obat 1 kali sehari
Untuk obat yang diminum sekali sehari, biasanya masih cukup fleksibel. Obat bisa diminum saat berbuka atau sahur, tergantung jenis dan efek sampingnya. Misalnya, furosemide yang bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil sebaiknya diminum saat sahur, bukan malam hari. Sebaliknya, obat alergi seperti loratadine atau cetirizine lebih baik diminum saat berbuka karena bisa menimbulkan kantuk.
2. Obat 2 kali sehari
Obat yang harus diminum dua kali sehari umumnya bisa disesuaikan dengan jadwal sahur dan berbuka puasa. Dengan rentang waktu sekitar 12 jam, aturan ini relatif aman dan tetap menjaga kadar obat di dalam tubuh.
3. Obat 3 kali sehari
Di sinilah tantangan muncul. Obat dengan dosis tiga kali sehari sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter, karena rentang waktu puasa tidak memungkinkan pembagian dosis ideal setiap 8 jam. Jika memang harus, pola minum bisa diatur saat sahur, berbuka, dan sekitar pukul 11 malam. Namun, solusi terbaik biasanya adalah mengganti ke obat sejenis yang cukup diminum 1–2 kali sehari.
4. Obat yang harus diminum sebelum atau sesudah makan
Ada obat yang ideal diminum sebelum makan (sekitar 30 menit sebelumnya), dan ada pula yang sebaiknya diminum sesudah makan untuk mencegah iritasi lambung. Misalnya, obat maag biasanya diminum sebelum makan, sehingga saat berbuka bisa dimulai dengan air putih atau camilan ringan terlebih dahulu, lalu obat, baru makan besar. Sementara obat yang menimbulkan mual lebih aman diminum setelah makan.
Karena setiap orang memiliki kondisi tubuh dan jenis obat yang berbeda. Karena itu, penyesuaian jadwal sebaiknya tidak dilakukan sembarangan. Sangat disarankan untuk Teman Setia diharapkan berkonsultasi dengan tenaga medis sebelum Ramadan agar bisa mendapat resep dengan dosis yang lebih sesuai dengan pola puasa sehingga efektivitas obat tetap optimal.
Pantangan Makanan Saat Puasa Bagi Penderita Penyakit Tertentu
Berpuasa bukan berarti bisa berbuka dengan segala jenis makanan tanpa batas. Justru, penderita penyakit tertentu perlu lebih berhati-hati agar kondisi kesehatannya tetap stabil. Momen berbuka sering kali menggoda dengan berbagai menu lezat, tapi kalau tidak selektif, justru bisa memicu komplikasi. Mari kita bahas beberapa pantangan penting:
1. Penderita Diabetes
Bagi penderita diabetes, pengendalian asupan gula sangat krusial. Terlalu banyak mengonsumsi makanan atau minuman manis bisa menyebabkan lonjakan gula darah yang berbahaya. Penderita diabetes sebaiknya menghindari sirup, kue manis, dan gorengan saat berbuka, lalu menggantinya dengan buah segar atau kurma secukupnya.
2. Penderita Hipertensi dan Penyakit Jantung
Penderita hipertensi dan jantung perlu menghindari makanan tinggi garam dan lemak jenuh. Konsumsi berlebihan bisa menyebabkan tekanan darah naik, mempersempit pembuluh darah, hingga meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke. Sebagai gantinya, pilih makanan dengan garam rendah, perbanyak sayuran, dan konsumsi protein sehat seperti ikan.
3. Penderita Maag atau Asam Lambung
Orang dengan maag perlu berhati-hati saat berbuka. Langsung makan banyak dalam sekali waktu bisa memicu lonjakan asam lambung. Idealnya, berbukalah dengan air putih atau camilan ringan, lalu berikan jeda sekitar 30 menit sebelum makan besar. Hindari makanan pedas, asam, dan berlemak karena bisa memperparah gejala.
Menjalani ibadah puasa sambil tetap menjaga kesehatan memang butuh strategi, terutama bagi yang rutin mengonsumsi obat atau memiliki penyakit tertentu. Kuncinya adalah memahami jenis obat yang aman, menyesuaikan jadwal minum sesuai kondisi, serta selektif dalam memilih makanan saat sahur dan berbuka. Jangan lupa, konsultasi dengan dokter atau apoteker sangat penting agar pengobatan tetap efektif tanpa mengurangi kualitas ibadah. Dengan cara ini, puasa bukan hanya menjadi momen spiritual, tapi juga kesempatan untuk lebih peduli pada tubuh dan menjaga kesehatan secara menyeluruh.
No responses yet