Merebaknya perokok pemula dan pelajar dinilai sudah merambah hingga ke tingkat lini, oleh karena itu perlu campur tangan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota (DKK) dan Dinas Pendidikan. Selain itu, Walikota Salatiga, Yulianto, SE, MMM juga menyatakan persetujuan dan dukungannya terhadap sosialisasi dan pembatasan tempat merokok atau Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Salatiga.
“Peraturan (Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota) yang sudah diberlakukan agar ditinjau kembali dan dilakukan supervisi, sehingga apa yang sudah menjadi komitmen terkait kesehatan dan kekhawatiran gangguan kesehatan akibat rokok pada anak usia dibawah 18 tahun, bisa dikendalikan. Lakukan kampanye bebas rokok dengan melibatkan para pelajar, serta berikan asistensi secara terus menerus terkait penyelenggaraan Kota Salatiga sebagai kota yang sehat dari segala aspek. Jika aturan tidak disosialisasikan secara terus menerus, yang baru mengenal tidak akan mengerti,” jelas Walikota dalam audiensi tentang implementasi program KTR di Kota Salatiga bersama MTCC-UMY dan Kementerian Kesehatan RI, pada Selasa (10/9).
Dalam audiensi yang dihadiri oleh segenap OPD dan Tim Penggerak PKK tersebut, dr. Aris dari Direktorat Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, menyampaikan apresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Selain itu Aris meminta agar dapat Dinas Kesehatan dapat merengkuh berbagai aspek, mengingat saat ini merupakan darurat merokok untuk generasi muda.
“Saat ini telah terjadi peningkatan prevalensi perokok usia kurang dari 18 tahun sebesar 9,1%, sedangkan target RPJM pada tahun 2019 ini adalah 5,4%. Dengan demikian ada peningkatan hampir 2x lipat dari target yang telah ditentukan,” jelas Aris.
Aris melanjutkan bahwa jika dilihat dari peningkatan prevalensi perokok tersebut, upaya untuk mengendalikan rokok bagi generasi muda perlu ditingkatkan, “Kita kedepankan upaya KTR dan kita berikan ruang yang terbatas bagi para perokok untuk tidak menghisap rokok sembarangan. Bukan berarti melarang, tapi menghentikan kebiasaan merokok di depan orang yang tidak merokok,” paparnya.
Upaya pembatasan ruang bagi perokok, menurut Aris bertujuan untuk melindungi orang yang tidak merokok dari penyakit akibat rokok. Sebab, rokok dinilai dapat menyebabkan kematian dini akibat penyakit jantung, stroke, gagal ginjal kronis dan kanker. Berbagai upaya dilakukan oleh Indonesia dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan tembakau, meskipun saat ini Indonesia belum mengakses ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
FCTC merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling cepat diratifikasi dalam sejarah PBB. Perjanjian ini merupakan perjanjian supranasional, yang bertujuan melindungi generasi saat ini dan yang akan datang, dari efek merusak konsumsi tembakau pada kesehatan, sosial, lingkungan, dan ekonomi, serta membatasi penggunaannya dalam bentuk apapun di seluruh dunia. Perjanjian ini mengikat pengaturan produksi, penjualan, distribusi, periklanan, dan perpajakan tembakau.