Memiliki anak hampir merupakan keinginan pasangan suami istri dalam melengkapi kebahagiaan keluarga. Namun, bagi beberapa pasangan keinginan ini tidak mudah dicapai karena beberapa faktor mulai dari permasalahan kemapanan ekonomi, psikologis hingga kesehatan alat reproduksi – salah satunya fertilitas.
Permasalahan infertilitas masih menjadi permasalahan yang dipandang sebelah atau tabu bagi masyarakat Indonesia karena kesuburan masih sangat dikaitkan dengan status pernikahan dan keberhasilan rumah tangga. Kurangnya pemahaman tentang fertilitas tentunya memperkuat stigma dan asumsi yang tidak akurat tentang kondisi ini, sehingga pasangan yang mengalaminya sering kali merasa terisolasi dan enggan untuk mencari bantuan. Dj. Gita Nugraha akan membahas seputar permasalahan fertilitas bersama dengan dr. Adil Zulkarnain, Sp.OG., SubSp.Fer selaku Dokter Spesialis Obsgyn Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Salatiga.
Apa itu infertilitas?
Infertilitas dapat dikatakan ketika pasangan suami istri yang sudah menikah aktif melakukan aktivitas seksual tanpa alat kontasepsi namun belum mendapatkan keturunan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami infertilitas, namun Teman Setia tidak perlu khawatir karena permasalahan ini dapat diatasi dengan merubah gaya hidup, terapi hormon, hingga pengobatan dengan obat-obatan dan prosedur medis.
Secara global, infertilitas memengaruhi sekitar 1 dari 6 orang atau sekitar 17,5% populasi, menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sementara itu di Indonesia, prevalensi infertilitas diperkirakan sebesar 10-15% pada pasangan usia subur berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI 2022. Artinya sekitar 4-6 juta pasangan dari total 39,8 juta pasangan usia subur menghadapi masalah kesuburan.
Untuk mengatasinya, diperlukannya pemahaman dan pendidikan terkait infertilias agar masyarakat lebih mengerti bahwa kondisi ini adalah masalah medis yang umum dan bukanlah sesuatu yang memalukan. Selain itu, pemahaman yang lebih luas di masyarakat juga dapat mendorong terbentuknya komunitas dan akses informasi yang lebih baik untuk pasangan yang membutuhkan dukungan emosional serta informasi tentang berbagai pilihan pengobatan.
Mau laki-laki atau perempuan, siapa saja bisa mengalami infertilias
Perlu digaris bawahi, bahwa permasalahan infertilitas tidak selalu dialami oleh perempuan, tapi juga pada laki-laki. Infertilitas antara lelaki dan perempuan terbagi sebanyak 40% dan 30% masing-masing. Sisanya, sekitar 10-20%, merupakan kombinasi faktor dari kedua pasangan atau tidak diketahui penyebabnya. Penyebab infertilitas pada setiap orang berbeda-beda yang terbagi menjadi permasalahan primer dan sekunder.
Laki-Laki | Wanita |
Kelainan sperma, misalnya jumlah, pergerakan, dan bentuk sperma yang abnormal | Gangguan ovulasi, misalnya akibat sindrom polikistik ovarium (PCOS) |
Masalah ejakulasi, seperti ejakulasi dini, ejakulasi retrograde, orgasme kering, penyumbatan, dan kerusakan pada testis. | Kelainan pada rahim atau leher rahim (serviks) |
Kelainan genetik yang menyebabkan testis hanya memproduksi sedikit sperma atau tidak sama sekali | Kerusakan atau penyumbatan tuba falopi sehingga sel telur tidak bisa mencapai rahim |
Gangguan hormonal, seperti tingkat prolaktin yang terlalu tinggi sehingga mengakibatkan penurunan produksi sperma | Endometriosis, yakni kondisi saat jaringan endometrium tumbuh di luar rahim sehingga memengaruhi fungsi ovarium |
Penyakit kanker dan pengobatannya yang bisa memengaruhi kesuburan pria | Menopause dini, yakni saat ovarium berhenti bekerja sebelum usia 40 tahun |
Kerusakan langsung pada testis, baik akibat trauma, infeksi (seperti gondongan), atau gangguan sejak lahir, dapat mengurangi atau menghentikan produksi sperma | Penyakit kanker dan pengobatannya yang bisa memengaruhi kesuburan wanita |
Sedangkan penyebab sekunder infertilitas meliputi beberapa faktor seperti perubahan kesehatan reproduksi, penuaan, komplikasi medis, gaya hidup, faktor psikologis, dan faktor lingkungan seperti paparan polutan. Faktor-faktor ini dapat memperburuk kondisi organ reproduksi atau memengaruhi proses pembuahan secara langsung. Misalnya, komplikasi medis seperti jaringan parut akibat infeksi atau operasi sebelumnya dapat mengganggu fungsi rahim atau saluran tuba. Gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan, atau obesitas, dapat menurunkan kualitas sperma atau sel telur.
Faktor psikologis, seperti stres kronis, juga dapat memengaruhi keseimbangan hormonal yang diperlukan untuk proses reproduksi. Paparan polutan dan bahan kimia berbahaya dalam lingkungan kerja atau sehari-hari dapat menyebabkan kerusakan pada sistem reproduksi pria maupun wanita, memperbesar risiko infertilitas sekunder.
Alergi terhadap sperma atau human seminal plasma hypersensitivity (HSP) akibat reaksi alergi terhadap protein dalam cairan sperma. Hal in imenyebabkan iritasi, peradangan, atau reaksi alergi lokal pada organ reproduksi, seperti vagina, serviks, atau uterus. Gejala yang sering timbul termasuk rasa gatal, kemerahan, atau pembengkakan di area yang terkena setelah berhubungan seksual.
Selalu ada solusinya, ayo periksa bersama!
Semua pasti ada solusinya, begitu pula dengan permasalahan infertilitas. Bila selama satu tahun pasangan aktif mencoba untuk hamil tanpa hasil, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter spesialis fertilitas. Pemeriksaan tentunya harus dilakukan oleh kedua belah pihak – tidak hanya satu saja sehingga dapat diketahui secara menyeluruh penyebab infertilitas.
Dikutip dari Mayo Clinic, tes infertilitas bagi perempuan meliputi tes ovulasi untuk mengetahui apakah ovulasi terjadi secara teratur. Pemeriksaan hormon untuk mengukur kadar hormon seperti FSH, LH, dan AMH yang memengaruhi fungsi ovarium dan kesuburan. Pemeriksaan ultrasonografi bertujuan menilai kondisi rahim, ovarium, dan saluran tuba, sementara histerosalpingografi (HSG) membantu mendeteksi adanya penyumbatan atau kelainan pada saluran tuba dan rahim. Dalam kasus tertentu, prosedur laparoskopi dilakukan untuk memeriksa kondisi seperti endometriosis atau adhesi pelvis.
Tes pada laki-laki meliputi analisis sperma yang digunakan untuk menilai jumlah, bentuk, motilitas, dan kualitas sperma. Pemeriksaan ini sering menjadi langkah awal dalam menentukan apakah ada masalah pada sperma yang memengaruhi kemampuan membuahi sel telur. Selain itu, tes hormonal dilakukan untuk mengukur kadar hormon seperti testosteron yang berperan penting dalam produksi sperma.
Prosedur tambahan termasuk ultrasonografi skrotum, yang membantu mengidentifikasi kelainan fisik seperti varikokel atau obstruksi saluran sperma, serta tes genetik untuk mendeteksi kelainan bawaan yang mungkin memengaruhi kesuburan. Dalam beberapa kasus, tes antibodi sperma juga diperlukan untuk mengetahui apakah ada antibodi dalam tubuh yang menyerang sperma, sehingga mengganggu proses pembuahan.
Jenis-jenis pengobatan
Setelah menjalani serangkaian tes infertilitas, pengobatan dirancang berdasarkan hasil diagnosis untuk menangani penyebab spesifik yang ditemukan. Jika masalah terkait dengan ketidakseimbangan hormon, dokter mungkin akan merekomendasikan terapi hormon untuk memperbaiki fungsi reproduksi. Pada pria, pengobatan untuk kondisi seperti varikokel atau obstruksi saluran sperma dapat dilakukan melalui pembedahan. Jika analisis sperma menunjukkan kualitas atau jumlah yang rendah, inseminasi intrauterin (IUI) atau fertilisasi in vitro (IVF) sering menjadi opsi.
Untuk wanita, jika ditemukan gangguan ovulasi, obat-obatan seperti klomifen sitrat atau gonadotropin dapat digunakan untuk merangsang ovulasi. Jika ada penyumbatan pada saluran tuba atau masalah anatomi rahim, prosedur bedah seperti laparoskopi atau histeroskopi dapat dilakukan. Dalam kasus yang lebih kompleks, pasangan mungkin mempertimbangkan teknologi reproduksi berbantuan, seperti IVF (in vitro fertilisation atau bayi tabung) yang dapat mencakup injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI) jika masalah pada sperma menjadi faktor utama.
Prosedur ini melibatkan pembuahan sel telur di luar tubuh, di laboratorium, sebelum embrio yang dihasilkan ditanamkan kembali ke rahim. Meskipun bayi tabung memiliki tingkat keberhasilan yang relatif tinggi, prosesnya kompleks, membutuhkan biaya yang besar, dan tidak menjamin keberhasilan sepenuhnya. Oleh karena itu, pasangan perlu mempertimbangkan dengan matang keputusan ini setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis.
Sebagai orang tua, pastinya akan mengusahakan segala sesuatu untuk mendapatkan keturunan. Dengan kemajuan teknologi dan pengobatan, permasalahan infertilitas dapat diatasi melalui berbagai metode, seperti terapi hormon, prosedur pembedahan, hingga teknologi reproduksi berbantuan seperti inseminasi intrauterin (IUI) atau fertilisasi in vitro (IVF).
Selain itu, kesadaran masyarakat dan dukungan emosional juga memegang peran penting dalam perjalanan ini. Meski tidak semua upaya menjamin hasil yang instan, pendekatan yang holistik dan konsultasi yang tepat dapat memberikan harapan baru bagi pasangan yang berjuang menghadapi masalah kesuburan. Dengan informasi dan pilihan pengobatan yang tersedia saat ini, jalan menuju kehamilan semakin terbuka lebar bagi banyak pasangan.