Pada 24 Maret 1882, Robert Koch seorang dokter dan ilmuan ahli bakteri dari Jerman menemukan penyebab penyakit TBC yang tidak hanya menyerang paru-poru, tapi juga merambat ke organ lainnya. Karena penemuannya ini, Robert Koch dianggap sebagai pendiri bakteriologi modern dan menerima hadiah Nobel dalam bidang Physiology or Medicine pada tahun 1905. Walau para ilmuan masih memperdebatkan penyakit TBC ini sudah ada sejak kapan, TBC diperingati setiap tanggal 24 Maret sesuai dengan tanggal penemuan penyebab tuberkulosis.
Kali ini dalam memperingati dan mengajak para masyarakat untuk lebih sadar akan penyakit TBC yang merupakan penyakit endemik di Indonesia. Bersama Dj Gita dan dr. Apriludin, Sp. P membahas seputar TBC yang menjadi program kesehatan pemerintah untuk mengeliminasi TBC pada 2030.
Penyakit TBC disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui droplet saat batuk dan bersin, atau membuang dahak dan tissue secara sembarangan. Berada di posisi ke-13 sebagai penyakit yang menyebabkan kematiaan, TBC menempatkian Indonesia di urutan ke-3 setelah India pada tahun 2020. Tentunya hal ini mengkhawatirkan dan membuat pemerintah mengambil langkah tepat untuk mengeliminasi penyakit TBC. Namun karena adanya pandemi covid, penanganan TBC agak sedikit terhambat dan meningkatkan kasus TBC. Sedangkan masih ada banyak kasus TCB yang masih belum berada di radar para nakes dalam penanganannya.
Eliminasi TBC 2030: Ayo Bersama Akhiri TB, Indonesia Bisa!
Diharapkan pada tahun 2030 percepatan penanganan kasus TBC menurun hingga 65/100.000 penduduk dan menurunkan angka kematian menjadi 6/100.000 penduduk. Tentunya didukung dengan Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Supaya terlaksana dengan baik tentunya harus ada strategi khusus – Rencana Strategi Nasional TBC 2020 – 2024 di mana adanya kerja sama lintas sektor, pemantauan, dan integrasi penanganan TBC dengan stunting.
Saling Bergandengan Tangan dalam Mengeliminasi TBC di Indonesia

Penyakit TBC bisa menyerang siapa pun dan bisa kambuh kapan saja, Teman Setia. Dalam rentang umur, anak-anak dan lansia menjadi kelompok orang yang rentan terhadap TBC karena imunitasnya yang tidak stabil. Namun, berdasarkan data TBC tahun 2020 sebanyak 67% kasus terjadi pada usia produktif. Hal ini tentunya menjadi masalah besar karena dapat memengaruhi beberapa sektor dalam memajukan bangsa.
Maka dari itu, selain dari pemerintah dan para tenaga kesehatan, masyarakat harus waspada dan sigap dalam mengatasi TBC. Teman Setia perlu mengetahui gejala penyakit TBC:
- Batuk atau batuk berdahak selama 2-3 minggu tanpa gejala jelas
- Fisik terasa lemah dan lesu
- Nafsu makan turun
- berat badan turun
- Keringat dingin pada malam hari tanpa ada aktivitas
- Sering mengalamami demam selama 1 bulan
- Nyeri dada atau sesak nafas
- Batuk berdarah bila sudah parah
Bila Teman Setia atau orang terdekat mengalami gejala seperti di atas, segera periksa ke dokter supaya mendapatkan penanganan tepat. Lagi pula, pemeriksaan dan pengobatan TBC sudah gratis Teman Setia ditambah dengan inovasi puskesmas dan RS dalam skrining TBC.
Selain pemerintah yang menanggung biaya TBC, para tenaga kesehatan yang berusaha untuk skrining TBC, serta masyarakat yang harus sigap, organisasi atau komunitas juga memiliki perannya dalam membantu petugas kesehatan dalam skrining dan pengawasan pengobatan penderita TBC. Jadi semua sektor harus saling bekerja sama dalam membantu pemerintah untuk mengeliminasi penyakit TBC.
Pengobatan Penyakit TBC: Vaksin dan Jangan Putus Pengobatan
Sudah ditemukan penyebabnya, pastinya vaksin akan dibuat. Pada tahun 1921, Albert Calmette and Camille Guérin mencoba vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) pada manusia setelah melakukan penelitian kepada 230 subkultus dan terbukti dapat menekan angka TBC. Meski menjadi vaksin wajib, beberapa negara tidak mewajibkan vaksin BCG dikarenakan pengaruh lingkungan.
Di Indonesia sendiri, vaksin BCG menjadi wajib (imunisasi dasar sekaligus juga merupakan program wajib dari WHO) bagi bayi yang berumur 1 bulan hingga maksimal 3 bulan. Sayangnya, masih banyak orang tua yang ragu dan terlambat untuk memvaksinasi anak. Sedangkan menurut jurnal Status Vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) dan Angka Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Indonesia menunjukkan 7 dari 10 penelitian menyebutkan bahwa ada relasi signifikan antara vaksin BCG dengan kejadian TBC pada anak.
Untuk itu, Teman Setia yang baru saja memiliki anak atau cucu bisa berkonsultasi dengan dokter atau bidan untuk mendapatkan vaksin BCG. Selain itu perlunya peningkatan pemahaman bagi masyarakat pentingnya vaksinasi melalui berbagai media dan sosialisasi seperti germas. Bagi yang melakukan pengobatan, jangan patah semangat dan putus di tengah jalan terlebih bagi yang menderita HIV/AIDS, leukemia, diabetes, atau penyakit lainnya yang dapat melemahkan imunitas tubuh. Selalu rajin dan semangat dalam mengonsumsi obat hingga hasil rontgen paru-paru bersih menurut dokter. Dukungan dari orang terdekat juga mampu meningkatkan kepercayaan diri pasien dan menghapus stigma serta diskriminasi terhadap pasien.