Terkadang kita menyepelekan rasa sakit seperti masuk angin, demam ringan, atau lelah berkepanjangan. Kadang kita berpikir hal itu hanya butuh istirahat, padahal bisa saja tubuh sedang memberi sinyal adanya masalah serius. Salah satunya adalah hepatitis, penyakit yang sering datang tanpa gejala jelas tetapi dapat berakibat fatal bila diabaikan.
Pada NGOBRAS kali ini, Dj Gita Nugraha berbincang bersama dr. Mohamad Afif, Sp.PD, seorang spesialis penyakit dalam dari RSIA Hermina Mutiara Bunda tentang apa itu hepatitis, bagaimana penularannya, hingga cara pencegahan yang bisa dilakukan agar Teman Setia tetap sehat dan terhindar dari risiko kerusakan hati.
Kenapa Kita Harus Waspada terhadap Hepatitis?
Hati bukan hanya soal perasaan, tapi organ vital yang bekerja tanpa henti untuk tubuh kita. Hati berfungsi seperti “mesin utama” yang mengolah makanan, menyaring racun, hingga menyimpan energi. Bayangkan saja kalau mesin ini terganggu yang dapat mengakibatkan seluruh sistem tubuh kita bisa kacau. Singkatnya, hepatitis merupakan penyakit peradangan pada hati yang harus benar-benar kita waspada, Teman Setia.
Penyebab hepatitis sendiri bermacam-macam, namun faktor paling umum disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Namun, selain itu faktor gaya hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan juga berisiko merusak sel-sel hati. Kondisi medis tertentu seperti diabetes, gangguan metabolik, atau penyakit autoimun juga dapat menjadi pemicunya. Malah, beberapa jenis obat dan paparan racun tertentu juga bisa memperburuk kondisi hati hingga menimbulkan peradangan.
Menurut dr. Mohamad Afif, Sp.PD, banyak pasien baru datang ke rumah sakit setelah kondisinya parah. Mereka sering menunda pemeriksaan karena merasa baik-baik saja, padahal kerusakan hati bisa berlangsung diam-diam selama bertahun-tahun tanpa gejala yang jelas. Saat gejalanya baru muncul seperti mata kuning, perut membesar, atau muntah darah yang biasanya kondisi hati sudah rusak berat.
Bagaimana Hepatitis Menular?
Salah satu hal yang sering membuat orang bingung adalah bagaimana hepatitis bisa menular. Padahal, memahami jalur penularannya sangat penting agar kita bisa melindungi diri sendiri maupun orang terdekat.
dr. Mohamad Afif, Sp.PD, menjelaskan ada beberapa jenis hepatitis dengan cara penularan yang berbeda. Hepatitis B dan C, misalnya, bisa bertahan lama di tubuh dan menjadi kronis. Penularan utamanya melalui darah atau cairan tubuh. Inilah yang membuat orang berisiko bila melakukan transfusi darah tanpa skrining yang ketat, menggunakan jarum suntik tidak steril (misalnya pada narkoba suntik atau tato), hingga melakukan hubungan seksual yang tidak aman.
Untuk hepatitis A dan E, mekanismenya berbeda. Virus dapat menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Kondisi lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang buruk, atau kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan juga bisa meningkatkan risiko tertular.
Bagaimana dengan hepatitis D? Jenis ini cukup unik karena tidak bisa muncul sendiri. Virus hepatitis D hanya bisa menginfeksi orang yang sudah terjangkit hepatitis B. Itu sebabnya hepatitis D sering disebut sebagai “virus satelit”. Penularannya sama seperti hepatitis B, yaitu lewat darah, cairan tubuh, hubungan seksual, serta dari ibu ke bayi. Namun, karena sifatnya yang bergantung pada hepatitis B, infeksi ganda (B dan D sekaligus) bisa membuat kondisi hati jauh lebih cepat rusak dibanding hanya hepatitis B saja.
Tapi, yang perlu diingat adalah hepatitis tidak menular hanya dengan berpelukan, bersalaman, atau makan bersama, kecuali pada hepatitis A dan E yang memang bisa menyebar lewat makanan. Jadi, stigma terhadap penderita hepatitis sebaiknya dihindari. Fokusnya adalah mengurangi penularan, bukan menjauhi orangnya, ya Teman Setia.
Gejala yang Harus Diwaspadai
Menurut Kementerian Kesehatan RI, gejala hepatitis bisa berbeda-beda tergantung jenis dan tingkat keparahannya. Pada tahap awal, sebagian besar penderita tidak merasakan keluhan khusus. Namun, ada beberapa tanda yang patut diwaspadai:
- Tubuh mudah lelah dan lemas meski tidak melakukan aktivitas berat.
- Demam ringan yang datang dan pergi.
- Mual, muntah, dan sakit perut terutama di bagian kanan atas (lokasi hati).
- Warna kulit dan mata menguning (dikenal dengan istilah jaundice).
- Urin berwarna gelap seperti teh, sedangkan feses bisa berubah pucat.
- Nafsu makan menurun dan berat badan berkurang tanpa sebab jelas.
Pada fase lanjut, gejala bisa menjadi lebih serius, seperti perut membesar karena penumpukan cairan, muntah darah, hingga buang air besar berwarna hitam pekat. Kondisi ini menandakan hati sudah mengalami kerusakan cukup berat. Namun, yang perlu menjadi catatan, tidak semua penderita mengalami gejala yang sama. Ada yang terlihat sehat bertahun-tahun, padahal virus sudah berkembang di dalam tubuh. Untuk itu, skrining rutin menjadi kunci untuk mendeteksi hepatitis sejak dini, Teman Setia!
Pencegahan Hepatitis: Bisa Dimulai dari Sekarang
Hepatitis memang berbahaya, tapi kabar baiknya penyakit ini bisa dicegah! Pencegahan jauh lebih mudah dan murah dibanding mengobati ketika penyakit sudah kronis. Bayangkan, hanya dengan satu suntikan vaksin atau kebiasaan hidup sehat, kita bisa melindungi hati—organ vital yang bekerja tanpa henti untuk tubuh. Menurut dr. Mohamad Afif, Sp.PD, ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan:
1. Lakukan Skrining Sejak Dini
Deteksi dini adalah kunci! Tes HBsAg digunakan untuk mendeteksi hepatitis B, sedangkan tes Anti-HCV untuk hepatitis C. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada ibu hamil, calon pekerja, atau orang dengan faktor risiko tinggi. Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang untuk mencegah komplikasi.
2. Vaksinasi
Teman Setia bisa menggunakan vaksin untuk melindungi tubuh dari penyakit hepatitis. Sekarang ini, baru ada vaksinasi untuk hepatitis A dan B yang sama-sama efektif mencegah infeksi sejak dini dan tentunya tidak menyebabkan komplikasi.
Vaksin hepatitis B dianjurkan diberikan sesegera mungkin setelah lahir setelah lahir, diikuti jadwal 1 bulan dan 6 bulan yang mana menjadi imunisasi rutin pada bayi dan anak. Sedangkan vaksin hepatitis A dianjurkan pada anak usia 1 tahun ke atas dan juga untuk orang yang berisiko tinggi, seperti pelancong ke daerah tertentu atau penderita penyakit hati kronis.
3. Jaga Kebersihan dan Pola Hidup Sehat
Menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup sehat menjadi langkah penting untuk mencegah hepatitis. Tidak sulit untuk melakukannya, Teman Setia bisa menerapkan perilaku sederhana seperti mencuci tangan sebelum makan, memastikan makanan matang sempurna, serta mengonsumsi air minum yang bersih. Hindari berbagi barang pribadi seperti alat cukur atau sikat gigi, dan pastikan alat medis atau jarum tato yang digunakan benar-benar steril. Selain itu, gunakan pengaman saat berhubungan seksual dan hindari berganti-ganti pasangan.
Selain itu, perkuat daya tahan tubuh dengan pola makan seimbang, olahraga teratur, cukup istirahat, dan menghindari alkohol berlebihan. Kebiasaan kecil ini dapat memberikan perlindungan besar bagi kesehatan hati serta membantu menurunkan risiko terjadinya hepatitis.
Bagaimana Jika Sudah Terinfeksi?
Untuk hepatitis A dan E, biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus karena dapat sembuh dengan sendirinya jika daya tahan tubuh baik. Penderita hanya perlu cukup istirahat, menjaga asupan makanan bergizi, dan memperbanyak cairan agar proses pemulihan lebih cepat.
Berbeda halnya dengan hepatitis B dan C yang bisa menjadi kronis dan bertahan lama di dalam tubuh. Menurut dr. Mohamad, pengobatan biasanya dilakukan menggunakan obat antivirus seperti tenofovir atau entecavir untuk hepatitis B, serta terapi antivirus kombinasi untuk hepatitis C dengan durasi antara 12 hingga 24 minggu, tergantung hasil pemeriksaan. Tujuan pengobatan ini bukan hanya untuk menekan jumlah virus, tapi juga mencegah kerusakan hati lebih lanjut seperti sirosis atau kanker hati.
Setelah pengobatan dimulai, pasien perlu kontrol rutin setiap 3–6 bulan untuk memantau kadar virus dan kondisi fungsi hati melalui tes darah atau pemeriksaan seperti FibroScan. Dalam beberapa kasus, terutama bila hati sudah mengalami kerusakan parah, pengobatan bisa berlangsung seumur hidup untuk menjaga agar virus tetap terkendali dan mencegah komplikasi.
Selain pengobatan medis, gaya hidup juga memegang peran besar dalam proses penyembuhan. Pasien disarankan untuk menghindari alkohol, obat-obatan tanpa resep dokter, serta makanan berlemak tinggi yang dapat memperberat kerja hati. Menjaga pola makan sehat, olahraga ringan, dan cukup istirahat dapat membantu tubuh pulih lebih optimal.
Hepatitis bukan akhir dari segalanya, Teman Setia. Dengan pengobatan yang tepat, disiplin menjalani kontrol, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar, penderita tetap bisa hidup sehat dan produktif.
Kuncinya ada pada kesadaran diri untuk rutin memeriksakan kesehatan, tidak menunda pengobatan, dan menjaga pola hidup yang seimbang. Semakin cepat hepatitis terdeteksi, semakin
No responses yet