Berbicara tentang liburan, setiap kota punya pesona yang berbeda-beda Teman Setia. Ada yang terkenal karena sejarahnya, ada yang populer berkat alamnya, ada pula yang dicari karena kulinernya. Di Jawa Tengah, Salatiga menjadi salah satu kota yang menarik untuk dijelajahi. Meski ukurannya tidak sebesar kota tetangga, Salatiga menawarkan suasana sejuk, keramahan warganya, dan beragam destinasi wisata yang siap memikat hati wisatawan.

Dalam kesempatan kali ini, Dj Gita Nugraha berbincang-bincang dengan Yayat Nurhayat, AP.M.Si dari Dinas Pariwisata Kota Salatiga yang membahas lebih dalam tentang potensi wisata yang dimiliki Salatiga, mulai dari desa wisata, peran masyarakat, hingga upaya menjadikan kota ini sebagai destinasi gastronomi yang mendunia.

Salatiga: Kota Transit dengan Potensi Wisata Mendunia

Letak Salatiga yang strategis, berada di jalur Semarang–Solo–Magelang–Yogyakarta, membuatnya sering disebut sebagai kota transit. Namun, predikat ini justru memberi keuntungan besar. Wisatawan yang melintas bisa dengan mudah singgah dan menikmati berbagai daya tarik yang ditawarkan kota ini.

Sejak masa kolonial Belanda, Salatiga sudah dikenal dengan julukan De Schoonste Staad van Midden Java atau kota terindah di Jawa Tengah. Julukan ini semakin menegaskan bahwa Salatiga bukan sekadar kota persinggahan. Dengan panorama pegunungan, udara yang sejuk, serta keragaman budaya dan kuliner, Salatiga kini dilirik sebagai salah satu destinasi wisata dengan potensi mendunia. Bahkan, strategi pengembangannya diarahkan agar terhubung dengan kota-kota wisata besar lain melalui paket perjalanan terpadu.

Pokdarwis: Penggerak Wisata dari Warga

Kawasan wisata Sarirejo (tourism.salatiga.go.id)

Di balik berkembangnya pariwisata Salatiga, ada peran besar masyarakat melalui Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Hingga kini, sudah terbentuk 11 Pokdarwis dengan berbagai keunikan dan inovasi yang mereka kelola. Misalnya, Pasar Tegalan di Blotongan dengan konsep camping ground dan offroad, Sitalang yang menawarkan river tubing sekaligus wisata kuliner gemblong, hingga Seroja di Tegalrejo yang fokus pada edukasi pengolahan sampah menjadi produk ramah lingkungan. Setiap kelompok hadir dengan karakter khas yang memperkaya ragam destinasi di kota ini, Teman Setia.

Selain itu, pokdarwis tidak hanya menghadirkan objek wisata, tetapi juga menjadi wadah pemberdayaan masyarakat. Melalui kelompok ini, warga setempat bisa ikut serta dalam pengelolaan wisata, memperoleh peluang usaha, serta menjaga kearifan lokal. Dengan begitu, wisata Salatiga tidak hanya memberi manfaat bagi wisatawan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Pariwisata yang menekankan pengembangan desa wisata berbasis komunitas.

Lebih dari itu, integrasi antar Pokdarwis juga membuka ruang kolaborasi yang lebih luas. Misalnya, wisatawan yang berkunjung ke Banaran kini mulai melirik aktivitas di Sitalang, atau mereka yang singgah di Kopeng bisa menikmati kuliner khas di sepanjang Jalan Lingkar Selatan. Konektivitas inilah yang membuat wisata Salatiga semakin variatif dan tidak monoton. Dengan dukungan Pokdarwis, desa-desa wisata di Salatiga dapat saling terkoneksi dan membentuk jaringan yang memperkuat identitas pariwisata kota secara keseluruhan

Desa Wisata: Tingkir Lor dan Ledok

Salah satu daya tarik utama Salatiga ada pada keberadaan desa wisata. Tingkir Lor menjadi pionir, karena sudah ada sejak tahun 1990-an dan menjadi satu-satunya desa wisata resmi di kota ini pada masanya. Desa ini dikenal dengan wisata religinya, yaitu makam Mbah Abdul Wahid yang rutin dikunjungi peziarah dari berbagai daerah. Uniknya, pengelolaan wisata di Tingkir Lor sudah memanfaatkan teknologi digital, mulai dari sistem data kunjungan berbasis barcode hingga promosi melalui platform daring. Hal ini membuat desa yang bernuansa tradisional justru semakin adaptif dengan perkembangan zaman.

Selain wisata religi, Tingkir Lor juga mengembangkan potensi lokal lain. Masyarakat memanfaatkan dana desa untuk membuat jalur sepeda di persawahan, menghidupkan kembali musik tradisional, hingga melahirkan kerajinan kain perca sebagai ciri khas desa. Dengan aktivitas kreatif tersebut, wisatawan tidak hanya sekadar berziarah, tetapi juga bisa merasakan pengalaman berinteraksi langsung dengan budaya dan kehidupan warga. Ke depan, desa ini ditargetkan menjadi pusat kegiatan yang terintegrasi dengan desa lain di wilayah Argomulyo, Sidomukti, dan Sidorejo.

Sementara itu, Desa Wisata Ledok lebih menonjol lewat kekuatan gastronominya. Desa ini melahirkan fenomena Kampung Singkong, sebuah sentra olahan singkong dengan lebih dari 150 varian produk. Dari sini lahir produk-produk kreatif seperti Gethuk Kethek dan Singkong D-9 yang sudah dikenal hingga mancanegara. Tak hanya sekadar kuliner, Kampung Singkong juga rutin menggelar festival tahunan yang berhasil menarik ribuan pengunjung. Bahkan, saat ini Ledok menjadi pusat pengembangan wisata yang terhubung dengan Randuacir sebagai sentra susu, sehingga menghadirkan pengalaman wisata kuliner yang lebih beragam dan mendalam.

Menuju Kota Kreatif Gastronomi

Olahan singkong (https://gastronomy.salatiga.go.id)

Salatiga punya daya tarik yang tidak kalah dibandingkan kota besar lain di Jawa Tengah. Sejumlah makanan legendaris lahir dari kota ini, mulai dari enting-enting gepuk yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 2023, hingga berbagai inovasi kuliner dari para pelaku UMKM lokal. Keberadaan kuliner khas ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga bagian dari identitas kota yang terus diwariskan lintas generasi.

Konsep kota kreatif gastronomi kini tengah diperkuat, sejalan dengan tren wisata global yang menempatkan makanan sebagai salah satu alasan utama orang berkunjung ke suatu daerah. Menurut survei Kementerian Pariwisata, faktor kuliner bahkan lebih sering menjadi daya tarik dibandingkan alam semata. Hal ini terlihat dari testimoni wisatawan mancanegara, seperti komunitas asal Jerman yang datang ke Salatiga untuk kegiatan seminar dan justru merasa rindu dengan makanan khas kota ini. Artinya, kuliner Salatiga sudah mulai menancapkan kesan mendalam bagi pengunjung luar negeri.

Upaya mewujudkan Salatiga sebagai kota gastronomi juga diwujudkan lewat keikutsertaan dalam jejaring internasional, seperti UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Meski dua kali mengajukan diri namun belum berhasil lolos, Salatiga tidak berhenti berbenah. Berbagai festival kuliner, event budaya, hingga penguatan UMKM terus digelar sebagai langkah konsisten membangun citra kota kreatif berbasis gastronomi. Dengan strategi berkelanjutan, Salatiga berpeluang besar menembus panggung dunia dan mempertegas posisinya sebagai kota kecil dengan cita rasa yang mendunia.

Dukungan Pemerintah dan Stakeholder

Tentunya masyarakat tidak hanya berdiri sendirian, pemerintah pun juga turut mengambil perannya dengan dengan berbagai program untuk memperkuat daya tarik wisata. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur dasar, seperti perbaikan jalan desa yang menghubungkan lokasi wisata, penyediaan fasilitas umum di area ziarah seperti makam Mbah Abdul Wahib, hingga mempercantik museum yang kini semakin ramai dikunjungi anak-anak sekolah. Semua fasilitas ini dirancang agar wisatawan merasa nyaman sekaligus memberikan nilai edukasi.

Selain itu, pemerintah juga berusaha mengangkat budaya lokal melalui penyelenggaraan berbagai event tahunan. Festival drumblekmerti desa, hingga pertunjukan seni tradisional menjadi agenda yang rutin digelar. Event-event ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga ruang bagi para seniman dan komunitas lokal untuk menunjukkan karyanya. Dengan cara ini, pariwisata dan kebudayaan bisa berjalan beriringan, menciptakan pengalaman wisata yang lebih berwarna bagi pengunjung.

Kolaborasi pun diperluas dengan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk pihak swasta. Misalnya, PLN yang direncanakan menjadi bapak asuh bagi desa wisata di Sitalang atau kerja sama dengan rumah sakit dalam mengembangkan konsep wisata kesehatan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata Salatiga tidak dilakukan secara parsial, melainkan dengan semangat gotong royong. Harapannya, dukungan lintas sektor ini akan membuat Salatiga mampu bersaing dengan destinasi besar lainnya dan semakin dikenal luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Pada akhirnya, Salatiga bukan hanya kota transit yang dilewati dalam perjalanan menuju kota-kota besar di Jawa Tengah. Dengan kekayaan alam, budaya, serta kuliner khas yang terus dikembangkan, Salatiga perlahan menjelma menjadi destinasi yang patut diperhitungkan. Dukungan masyarakat melalui Pokdarwis, kreativitas desa wisata, hingga kolaborasi pemerintah dan stakeholder menunjukkan bahwa pariwisata di kota ini sedang tumbuh ke arah yang positif.

Please follow and like us:
Pin Share

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow by Email
Instagram
Telegram