Kesehatan payudara sering kali menjadi topik yang dihindari oleh sebagian orang karena dianggap sensitif atau menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Padahal, pemahaman yang tepat mengenai kondisi seperti tumor atau kanker payudara justru menjadi langkah awal dalam menjaga kesehatan diri, khususnya bagi perempuan. Edukasi yang benar dapat membantu masyarakat mengenali tanda-tanda awal dan mengambil tindakan medis yang tepat sebelum terlambat.

Menyadari pentingnya hal tersebut, Dj Icha Fellicia ditemani dengan dr. Puguh Sihwidijono, M.Si, Med, Sp.B, Subsp. Onk(K) dari RSPAW Kota Salatiga yang akan memberikan penjelasan mendalam mengenai tumor payudara, proses diagnosis, hingga penanganan medis yang dapat diakses oleh masyarakat.

Apa Itu Tumor dan Kanker Payudara?

Tumor payudara adalah benjolan yang muncul di area payudara dan bisa bersifat jinak (tidak berbahaya) atau ganas (kanker). Menurut dr. Puguh, benjolan tersebut merupakan pertanda adanya radang akut atau perubahan sel yang harus diteliti lebih lanjut melalui pemeriksaan laboratorium. Hasil tes laboratorium biasanya keluar dalam waktu 5–7 hari dan akan menunjukkan sifat tumor apakah jinak atau ganas.

Penting untuk diketahui bahwa tidak semua benjolan adalah kanker. Oleh sebab itu, jangan takut untuk memeriksakan diri karena deteksi dini sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan awal menggunakan alat seperti USG atau mamografi hanya membantu melihat keberadaan benjolan. Penegakan diagnosis pasti tetap harus melalui pemeriksaan jaringan di laboratorium (biopsi).

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang menunda pemeriksaan hingga kondisi sudah masuk stadium lanjut. Berdasarkan data Globocan 2020, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak di Indonesia dengan estimasi 65.858 kasus baru setiap tahunnya. Di RSPAW Salatiga sendiri, menurut dr. Puguh, terdapat 10–20 pasien yang datang ke poli payudara setiap harinya, di luar tindakan operasi.

Sayangnya, masih banyak tantangan seperti keterbatasan tenaga spesialis dan belum semua layanan kanker diioleh BPJS Kesehatan.

Apa Saja Faktor Risiko Kanker Payudara?

Ilustrasi sel kanker payudara (National Cancer Institute/unsplash)

Banyak orang mengira bahwa kanker payudara hanya menyerang perempuan usia lanjut, padahal faktanya siapa pun bisa berisiko, termasuk perempuan muda dan laki-laki, meski dalam persentase kecil. Secara medis, berikut beberapa faktor risiko utama kanker payudara:

1. Faktor Usia — Risiko kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia. Perempuan di atas 40 tahun sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan payudara secara klinis dan mamografi. Meski begitu, kanker tetap bisa terjadi pada usia muda.

2. Riwayat Keluarga dan Genetik — Jika seseorang memiliki anggota keluarga dekat (ibu, saudara kandung, atau nenek) yang pernah menderita kanker payudara, maka risikonya lebih tinggi. Selain itu, mutasi genetik seperti BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan kemungkinan terkena kanker payudara hingga lebih dari 50%.

3. Pengaruh Hormon — Kadar hormon estrogen dan progesteron yang tinggi dalam tubuh juga menjadi faktor risiko. Perempuan yang mengalami menstruasi pertama terlalu dini (di bawah usia 12 tahun) atau menopause terlambat (di atas usia 55 tahun) memiliki risiko lebih besar, karena terpapar hormon estrogen lebih lama.

4. Gaya Hidup Tidak Sehat — Gaya hidup juga memiliki peran besar dalam memicu kanker payudara, seperti obesitas atau kelebihan berat badan, kurang aktivitas fisik, mengonsumsi alkohol, merokok, dan mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan rendah serat.

5. Faktor Reproduksi — Beberapa faktor reproduksi yang terkait dengan peningkatan risiko kanker payudara antara lain usia menarche (menstruasi pertama) yang terlalu dini, menopause yang terlambat, tidak pernah menyusui, atau melahirkan anak pertama pada usia yang relatif tua. 

6. Penggunaan Obat Hormonal — Penggunaan terapi hormon pascamenopause atau penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka panjang dapat sedikit meningkatkan risiko, meski biasanya akan kembali turun setelah penghentian obat.

Kenali Gejala Kanker Payudara Sejak Awal

Hasil x-ray dari seorang pasien (Getty Images/unsplash+)

Salah satu kunci utama untuk meningkatkan harapan hidup penderita kanker payudara adalah mengenali gejalanya sejak dini. Sayangnya, banyak masyarakat yang baru menyadari keberadaan kanker setelah memasuki stadium lanjut. Padahal, dr. Puguh menegaskan bahwa deteksi dini dapat menyelamatkan nyawa, dan karena itu, penting bagi siapa saja untuk memahami gejala-gejala awal yang mungkin muncul.

Berikut gejala awal kanker payudara yang perlu diwaspadai:

1. Benjolan di payudara atau area ketiak — Biasanya terasa keras, tidak nyeri, dan tidak berpindah tempat saat ditekan. Ukurannya bisa kecil atau besar, dan terkadang baru teraba ketika sudah membesar.
2. Perubahan bentuk atau ukuran payudara — Salah satu payudara tampak lebih besar atau menurun dibanding yang lain.
3. Perubahan pada kulit payudara — Kulit tampak mengerut seperti kulit jeruk (dimpling), kemerahan, atau menebal.
4. Puting tertarik ke dalam (retraksi) — Puting tidak lagi menonjol keluar seperti biasa, bisa menjadi pertanda adanya masalah pada jaringan di bawahnya.
5. Keluar cairan dari puting — Terutama bila berwarna darah, cokelat tua, atau keluar secara spontan tanpa rangsangan.
6. Nyeri pada payudara atau area sekitarnya — Meski tidak selalu terjadi, rasa nyeri yang tidak hilang bisa menjadi tanda peringatan.
7. Luka pada payudara yang sulit sembuh — Kadang muncul sebagai borok atau luka yang tak kunjung sembuh dan terus membesar.

Cara Deteksi Dini: SADARI dan SADANIS

Seorang wanita sedang menjalankan pemeriksaan dengan Mammogram (National Cancer Institute/unsplash)

Deteksi dini merupakan langkah paling efektif dalam menekan angka kematian akibat kanker payudara. Seperti yang sudah dikatakan oleh dr. Puguh banyak pasien yang datang ke rumah sakit saat kanker sudah berada pada stadium lanjut, sehingga menyulitkan proses pengobatan. Untuk itu, deteksi dini dengan metode SADARI dan SADANIS perlu diterapkan secara rutin, terutama oleh perempuan yang telah memasuki usia produktif.

Apa Itu SADARI?

SADARI (Periksa Payudara Sendiri) adalah metode pemeriksaan mandiri yang dilakukan oleh perempuan untuk mendeteksi adanya kelainan di payudara, seperti benjolan, perubahan bentuk, atau keluarnya cairan dari puting. Bagi perempuan yang masih mengalami menstruasi, SADARI dilakukan setiap bulan, pada hari ke-7 sampai ke-10 dihitung sejak hari pertama haid. Bagi yang sudah menopause, bisa memilih tanggal tetap setiap bulannya agar mudah diingat.

Berikut langkah-langkah melakukan SADARI:

1. Berdiri di depan cermin: Amati bentuk, ukuran, dan permukaan kulit payudara. Perhatikan apakah ada perubahan atau ketidaksimetrisan.
2. Angkat kedua tangan ke atas: Lihat apakah ada perubahan pada kontur atau pergerakan payudara.
3. Raba payudara: Gunakan tiga jari tengah dengan gerakan melingkar dari arah luar ke dalam, periksa seluruh bagian payudara dan ketiak.
4. Periksa dalam posisi berbaring: Gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara kiri dan sebaliknya.
5. Periksa puting: Tekan perlahan untuk melihat apakah ada cairan yang keluar secara tidak normal.

Apa Itu SADANIS?

SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) adalah pemeriksaan payudara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, seperti dokter atau bidan, untuk mendeteksi adanya kelainan yang mungkin tidak terasa saat pemeriksaan sendiri. SADANIS dilakukan sebagai pemeriksaan lanjutan setelah SADARI, atau secara berkala pada perempuan berisiko tinggi, bahkan jika tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan mandiri.

SADANIS dilakukan bagi perempuan usia 35–39 tahun, disarankan setidaknya sekali dalam tiga tahun dan di atas 40 tahun, dianjurkan untuk melakukan SADANIS setiap tahun.

Bagaimana Proses Pengobatannya?

Ilustrasi dokter melakukan operasi ( National Cancer Institute/unsplash)

Pengobatan kanker payudara tidak bersifat tunggal, melainkan bersifat multimodalitas, artinya melibatkan berbagai metode terapi yang disesuaikan dengan stadium kanker, jenis sel kanker, kondisi kesehatan pasien, dan respons terhadap pengobatan. dr. Puguh Sihwidijono sendiri menyatakan bahwa pengobatan kanker payudara bukan hanya sekadar “satu kali operasi selesai,” tetapi merupakan rangkaian terapi yang kompleks dan individual. Karena setiap pasien memiliki kondisi yang berbeda, maka dokter akan menyusun rencana perawatan secara individual, dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan, jenis kanker, dan respons tubuh terhadap terapi.

Penanganan umumnya diawali dengan operasi untuk mengangkat tumor, baik sebagian (lumpektomi) maupun seluruh payudara (mastektomi). Setelah operasi, pasien biasanya menjalani kemoterapi untuk membunuh sisa sel kanker. Terapi ini bisa dilakukan sebelum atau sesudah operasi, tergantung kebutuhan. Dalam beberapa kasus, dokter menggunakan pola sandwich therapy—kemoterapi dilakukan sebelum dan sesudah operasi.

Jika ada risiko sel kanker masih tertinggal, dokter dapat merekomendasikan radioterapi, yaitu penggunaan sinar khusus untuk menghancurkan sel kanker. Bagi pasien yang memiliki reseptor hormon positif, akan diberikan terapi hormonal untuk menekan pengaruh hormon dalam pertumbuhan kanker. Beberapa pasien juga mungkin membutuhkan terapi tertarget, terutama jika jenis kankernya HER2-positif. Terapi ini bekerja secara spesifik hanya pada sel kanker tertentu dan biasanya diberikan di rumah sakit rujukan besar.

Sebagian besar pengobatan seperti operasi, kemoterapi, radioterapi, dan terapi hormonal sudah bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan, selama sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun, terapi lanjutan tertentu seperti terapi genetik atau tertarget mungkin belum sepenuhnya dicover.

Kanker payudara bukanlah vonis akhir jika dikenali dan ditangani sejak dini. Melalui edukasi yang tepat, pemeriksaan mandiri seperti SADARI, serta deteksi klinis melalui SADANIS, masyarakat memiliki peluang besar untuk mencegah dampak yang lebih parah. Dialog interaktif bersama dr. Puguh Sihwidijono mengingatkan kita bahwa keterlambatan dalam memeriksakan diri seringkali menjadi hambatan utama dalam proses pengobatan. Maka, mari tingkatkan kesadaran, hilangkan rasa takut, dan mulai peduli terhadap kesehatan payudara. Deteksi dini bukan hanya menyelamatkan satu nyawa, tetapi juga menguatkan harapan bagi keluarga dan lingkungan sekitar.

Please follow and like us:
Pin Share

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow by Email
Instagram
Telegram