lebih rentan. Salah satu penyakit yang wajib diwaspadai adalah pneumonia, penyebab utama kematian menular pada anak-anak di seluruh dunia. Apalagi saat ini sedang naik trend kasus pneumonia di beberapa daerah Indonesia.
Dj. Gita Nugraha ditemani oleh dr. Afriliana Mulyani, Sp.A dari RSIA Hermina Mutiara Bunda Salatiga akan membahas lebih dekat tentang pneumonia pada anak mulai dari penyebab, gejala, penanganan, hingga cara pencegahannya. Sehingga orang tua dapat lebih sigap dan tidak panik ketika si kecil menunjukkan gejala yang mencurigakan.
Apa Itu Pneumonia dan Mengapa Berbahaya bagi Anak?
Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru, terutama kantung udara kecil yang disebut alveoli. Dalam kondisi normal, alveoli terisi udara, tetapi ketika anak terkena pneumonia, alveoli bisa terisi cairan atau nanah, sehingga mengganggu proses pertukaran oksigen. Akibatnya, tubuh kekurangan oksigen dan anak kesulitan bernapas.
Menurut data WHO, pneumonia adalah penyebab utama kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun, menyumbang sekitar 14% dengan kasus tertinggi di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Pneumonia pada anak sering kali menjadi berbahaya karena:
- Akses layanan kesehatan dan penanganan yang kurang optimal, terutama di wilayah terpencil, memperparah situasi.
- Sistem kekebalan tubuh anak belum berkembang sempurna, terutama pada bayi dan balita,
- Gejala awalnya menyerupai flu biasa seperti batuk dan demam, sehingga sering terlambat dikenali,
Bila tidak segera ditangani dengan tepat waktu dapat mengakibatkan kondisi serius seperti gagal napas atau sepsis. Bahkan dalam kasus berat, pneumonia bisa menyebabkan infeksi telinga (otitis media), atau efusi pleura (penumpukan cairan di paru-paru).
Update: Dilansir dari CNN, kasus pneumonia tahun 2023 tercatat sebanyak 330 dengan 53 kematian dan naik mencapai 1.278 kasus dengan 188 kematian pada tahun 2024.
Penyebab Pneumonia: Tidak Hanya Virus atau Bakteri
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Namun, bakteri tetap menjadi penyebab utama, terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Chlamydophila pneumoniae, dan Mycoplasma pneumoniae dari seluruh kasus pneumonia.
Selain bakteri, virus juga berkontribusi signifikan mencakup virus influenza, RSV, adenovirus, serta SARS‑CoV‑2. Sementara itu, infeksi jamur seperti Histoplasma capsulatum, Pneumocystis jiroveci, dan Cryptococcus neoformans lebih sering terjadi pada individu dengan kekebalan lemah.
Walau jarang, infeksi akibat parasit biasanya diakibatkan oleh Toxoplasma gondii (dari hewan), Plasmodium spp. (penyebab malaria), atau Strongyloides stercoralis (cacing) terutama pada individu dengan sistem imun yang lemah, seperti pasien HIV/AIDS, penderita kanker, atau mereka yang menjalani transplantasi organ. Meski jarang terjadi, parasit ini bisa mencapai paru-paru melalui aliran darah dan menimbulkan peradangan atau kerusakan jaringan paru, sehingga memicu gejala pneumonia.
Gejala Pneumonia
Gejala pneumonia pada anak bervariasi tergantung usia dan kondisi kekebalan tubuh, namun secara umum ditandai dengan batuk, demam, dan napas cepat. Anak bisa mengalami sesak napas, tarikan napas di antara tulang rusuk (retraksi), napas berbunyi grok-grok atau mengi, serta kelelahan ekstrem. Bila infeksi cukup berat, anak bisa mengalami sianosis (kebiruan pada bibir dan kuku) akibat kekurangan oksigen.
Mengutip dari ncbi.nlm.nih.gov, ambang batas kecepatan napas sebagai indikator penting — lebih dari 50 kali untuk bayi, lebih dari 40 kali untuk anak balita patut dicurigai sebagai pneumonia, dan lebih dari 20 kali untuk anak kecil. Jika gejala-gejala ini muncul, sebaiknya anak segera dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Bagaimana Cara Penularan Pneumonia?
Penularan paling umum terjadi melalui droplet atau percikan lendir halus dari batuk, bersin, atau percakapan orang yang terinfeksi. Saat droplet ini terhirup oleh orang lain—terutama anak-anak yang sistem imunnya belum kuat—maka kuman penyebab pneumonia dapat masuk ke saluran pernapasan dan berkembang biak di paru-paru.
Penularan juga bisa terjadi melalui kontak tidak langsung, seperti menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi droplet, lalu menyentuh hidung, mata, atau mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Oleh karena itu, menjaga kebersihan tangan sangat penting dalam mencegah infeksi saluran napas, termasuk pneumonia.
Faktor Risiko Anak Terkena Pneumonia
Menurut UNICEF, anak yang kekurangan gizi berisiko lima kali lebih tinggi meninggal akibat pneumonia dibandingkan anak dengan status gizi baik. Faktor lingkungan juga memainkan peran besar. Anak yang tinggal di lingkungan padat penduduk, kurang ventilasi, atau terpapar polusi udara, termasuk asap rokok, memiliki risiko lebih tinggi. Asap rokok menjadi pemicu utama pneumonia anak, dilkutip dari ayosehat.kemkes.go.id.
Jangan Khawatir, Pneumonia Bisa Dicegah!
Salah satu langkah paling efektif untuk mencegah pneumonia pada anak adalah melalui vaksinasi. Beberapa jenis vaksin terbukti mampu melindungi anak dari kuman penyebab pneumonia, seperti bakteri Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae tipe b (HiB). Vaksin PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) dan HiB merupakan imunisasi yang sangat dianjurkan, karena dapat mencegah infeksi berat pada paru-paru, telinga tengah, hingga infeksi darah. Selain itu, vaksin influenza juga penting karena flu bisa berkembang menjadi pneumonia, terutama pada anak-anak dengan sistem imun yang belum kuat.
Pemerintah sudah secara resmi memasukkan vaksin PCV ke dalam program imunisasi nasional pada 12 September 2022. Pemberian vaksin ini gratis di seluruh Indonesia dan bisa Teman Setia dapatkan di puskesmas atau pun rumah sakit.
Menurut Jadwal Imunisasi IDAI, vaksin PCV dianjurkan mulai usia 2 bulan, dengan tiga dosis primer pada usia 2, 4, dan 6 bulan, serta satu dosis booster pada usia 12 bulan. Jenis vaksin PCV yang tersedia meliputi PCV10, PCV13, dan PCV15 (VAXNEUVANCE), yang terbaru dan mencakup perlindungan terhadap 15 strain bakteri pneumokokus, serta dapat diberikan untuk anak, dewasa, dan lansia.
Pengobatan Pneumonia pada Anak: Kapan Harus Dirawat dan Bisakah Sembuh Total?
Pengobatan pneumonia pada anak tergantung pada tingkat keparahannya. Untuk kasus ringan, perawatan bisa dilakukan di rumah dengan pemberian antibiotik, istirahat cukup, dan menjaga hidrasi. Orang tua perlu memastikan anak mendapatkan cairan yang cukup agar lendir di saluran napas bisa lebih mudah dikeluarkan dan saluran pernapasan tetap lembap. Dalam banyak kasus, perbaikan gejala mulai terlihat dalam 48–72 jam setelah pemberian antibiotik, dan pemulihan penuh bisa terjadi dalam waktu 5–7 hari.
Namun, bila anak mengalami napas cepat yang berat, sesak napas, tidak mau makan, muntah terus-menerus, tampak kebiruan pada bibir atau kuku, atau terlihat sangat lemah, maka perlu segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Namun, bila anak mengalami napas cepat yang berat, sesak napas, tidak mau makan, muntah terus-menerus, tampak kebiruan pada bibir atau kuku, atau terlihat sangat lemah, maka perlu segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
Pneumonia pada anak bukanlah penyakit yang bisa dianggap sepele, namun juga bukan sesuatu yang tidak bisa dicegah atau disembuhkan. Dengan mengenali gejalanya sejak dini, memahami faktor risikonya, serta memastikan anak mendapatkan vaksinasi dan perawatan yang tepat, kita bisa melindungi mereka dari bahaya infeksi paru ini.
Lingkungan yang bersih, pola asuh yang sehat, serta kesadaran orang tua terhadap pentingnya imunisasi dan kebersihan menjadi kunci utama dalam mencegah pneumonia. Ayo wujudkan generasi yang lebih sehat dengan langkah sederhana namun berdampak besar dengan mewaspadai sejak dini dan tidak menunda penanganan saat gejala muncul.
*Artikel ini diupdate pada tanggal 10 Februari 2025
No responses yet